Blogger Jateng

Konstruksi Kelas yang Kultural Responsiv

Proses pembelajaran kepada peserta didik menurut saya adalah proses transfer of knowledge / pemberian ilmu kepada peserta didik, supaya paham akan pengetahuan yang disampaikan sehingga dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Akan tetapi, praktiknya secara umum justru cenderung pada hasil nilai yang menjadi pemerhati serius selama ini, sehingga tujuan mencapai kecakapan hidup belum secara lahir dan batin.

Melalui pemaknaan literasi dasar-dasar pendidikan ki hajar dewantara, membuka kembali fakta sejatinya proses pembelajaran dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Yang bagaimana? Yaitu pembelajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau hal berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sehingga, value yang di dapatkan anak bukan semata-mata hanya nilai hitam di atas kertas, akan tetapi kecakapan hidup yang beragam, adalah tujuan utama dalam proses pembelajaran, sehingga mampu memperbaiki laku-nya supaya menjadi manusia seutuhnya.

Wujud nyata yang harus dilakukan adalah menerapkan seni kolaborasi dalam kompetensi pedagogik dan kompetensi profesionalan seorang guru dengan kodrat zaman dan kodrat alam yang ada di sekitar tempat terjadinya proses pembelajaran, sehingga saya sebagai guru harus mampu membaca kebutuhan lulusan serta kebutuhan masyarakat untuk menjadi dasar penerapan model pembelajaran di kelas sacara kontruksi sosial-kultural.

Kelas sosial –kultural di konstruksikan dengan perwujudan model pembelajaran, pada prosesnya pendekatan yang diambil adalah student centered. Selanjutnya, guru menerapakan strategi, metode , teknik dan taktik yang mendukung model pembelajaran sosial-kultural. Oleh karenanya, guru sebelum memilih menu pengajaran, maka perlu adanya asessmen pengetahuan dan non pengetahuan terlebih dahulu untuk mengetahui karakteristik sosial-kulturalnya. 

Selanjutnya, mempertimbangkan perbedaan setiap individu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan melakukan monitoring, evaluasi dan penyesuaian pendekatan belajar. Selain itu, guru harus selalu memberikan sentuhan interaksi kepada peserta didik agar mereka mendapatkan pengalaman dan keahlian ketika berkolaborasi dengan orang lain di dalam dan di luar kelas. Hal ini merupakan perwujudan kecakapan hidup secara batin.

Berikutnya adalah tahap kecakapan hidup secara lahir, yaitu proses pembelajaran (pemeberian ilmu atau hal berfaedah) akan memasukkan konteks yang realistis. Misal, pada studi kasus domisili saya tinggal yaitu Kab. Kudus yang memiliki nilai sosial-kultural Gusjigang (Bagus, Ngaji dan Dagang), jadi dalam konteks realistinya adalah coba kita kaitkan dengan corak budaya anak-anak tersebut, sehingga akan mewujudkan kontruksi pemikiran pengalaman dan konten pembelajaran. 

Untuk memperkuat tahapan ini, maka guru harus memberikan umpan balik yang sering, tepat waktu dan konstruktif sehingga peserda didik dapat dipastikan pemikirannya berada di jalur yang benar. Salam Guru Profesioanl.

Posting Komentar untuk "Konstruksi Kelas yang Kultural Responsiv "