Keragaman budaya, suku, ras, religiusitas dan agama merupakan kekayaan yang membentuk identitas Indonesia. Di sisi lain, perbedaan siku, ras, agama dan budaya berpotensi menimbulkan konflik sosial. Sudah sering konflik sosial pecah dipicu oleh sentiment perbedaan. Karenanya, seluruh elemen hidup berbangsa memiliki peran dan tanggungjawab untuk menjaga kesatuan dalam perbedaan atau kebhinekatunggalikaan (unity in diversity) sebagai identitas kultural dan politik bangsa. Tantangan selanjutnya adalah dinamika menegaskan kebhinekatunggalikaan menjadi identitas moral atau karakter setiap warga Indonesia. Kesadaran akan kesamaan nilai-nilai moral yang berakar dari keyakinan agama yang berbeda-beda merupakan jembatan untuk membangun kehidupan bersama yang adil, bersaudara, berbelarasa dan damai.
Akan tetapi untuk melestarikan
kesatuan dalam kebhinekaan budaya, agama dan kepercayaan, hidup toleran saja
tidak cukup dan kurang efektif untuk menjaga kehidupan bersama yang harmonis,
adil dan damai. Perlu peran keluarga, masyarakat dan sekolah untuk melestarikan
kesatuan bangsa dan mencegah perpecahan dan konflik horizontal. Terutama
melalui nilai-nilai relgiusitas, karena faktnya religiusitas di Indonesia dalam
praktiknya baik di keluarga, sekolah dan masyarakat sama-sama masih berorientasi
pada penguasaan pengetahuan kognitif dan tuntutan pelaksanaan aktivitas ritual.
Sentuhan afektif dan pembentukan sikap kurang mendapatkan perhatian dalam
proses pendidikan agama di sekolah. Pendidikan agama di sekolah juga cenderung
memisahkan dan memasukkan para peserta didik yang beragama berbeda ke dalam
kotak agamanya masing-masing. Akibatnya, para peserta didik lebih banyak
melihat dan mengalami sisi perbedaan daripada pengalaman yang menyatukan.
Padahal pendidikan agama merupakan bagian integral dari pendidikan manusia
Indonesia yang memiliki tanggung jawab untuk melestarikan dan mengembangkan
identitas bangsa Indonesia. Hal tersebutlah yang menjadi tantangan menghayati
Pancasila sebagai Entitas dan Identitas Bangsa dan perwujudan Profil
Pelajar Pancasila pada Pendidikan yang Berpihak pada Peserta Didik dalam
Pendidikan Abad ke-21.
Berdasarkan
hal tersebut, maka diperlukan upaya-upaya dalam menjaga entitas dan identitas
bangsa melalui mendiseminasikan profil pelajar pancasila pada pendidikan yang
berpihak pada peserta didik dalam pendidikan Abad ke 21. Menurut Ki Hajar Dewantara konsep
berpihak pada peserta didik itu melalui pendidikan yang menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai kesalamatan
dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat.
Sehingga, pendidikan merupakan wahana/ruang untuk mempersiapkan peserta didik
siap menjadi manusia dewasa yang bersanding dengan manusia lainnya di masa
depan yang memiliki keterampilan abad 21.
Oleh, karena itu Usaha dalam untuk mewujudkan profil pelajar pancasila yang berpihak pada peserta didik dapat dilakukan dengan praktik baik menuntun kodrat alam peserta didik yaitu melalui religiusitas yang telah ada pada diri peserta didik sejak lahir dan selanjutnya dituntun dan dikembangkan serta disempurnakan sesuai kodrat zaman yaitu abad 21 yang mengharapkan terwujudnya manusia yang memiliki kemampuan memecahkan masalah, memiliki kreativitas, selalu berpikir analitis, mengedepankan kolabirasi, komunikasi dan etika serta akuntabilitas. Semua ketrampilan tersebut sebenarnya sudah dimiliki oleh peserta didik melalui pendidikan keluarga dan masyarakat yaitu kodrat alam nilai-nilai pancasila. Sehingga dalam mewujudkan keterampilan abad 21 guru dan sekolah hanya perlu berkolaborasi menuntun sepenuh hati sesuai kodrat alam dan kodrat zaman peserta didik Indonesia yang sudah dimiliki yaitu Religiusitas, keragaman dan nilai pancasila.
Melalui menuntun dan mengarahkan peserta didik sesuai kodrat alam dan kodrat zaman diharapkan dapat membentuk budi perketi peserta didik. Budi pekerti merupakan perpaduan Antara Cipta (Kognitif), Rasa (Afektif ) dan Karsa (Psikomotorik) yang akan mampu memperkuat profil pelajar pancasila. Adapun bentuk treatment yang dapat diberikan oleh guru dan sekolah adalah dengan mendiseminasikan profil pelajar pancasila yang diintegrasikan melalui proses pembelajaran dikelas ( dapat melalui pemilihan metode pembelajaran yang menunjang 6 dimensi Profil Pancasila sehingga mampu memantik dan menstimulus peserta didik), habituasi sekolah ( dapat melalui habiatuasi yang bersifat keagaaman (ibadah bersama), nasionalis (upacara dan apel), sosial ( 5 S) dan program proyek penguatan profil pelajar pancasila ( sebuah kegiatan kerjasama kelompok secara bertahap sehingga selama berproses peserta didik selayaknya mengilhami 6 dimensi profil pelajar pancasila) . Melalui 3 langkah ini, 6 dimensi profil pelajar panacasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong-royong, Mandiri, Bernalar Kritis dan Kreatif, akan dapat tumbuh pada karakter peserta didik.
Posting Komentar untuk "Praktik Baik Mewujudkan Entitas dan Identitas Manusia Indonesia pada Peserta Didik"